Jumat, 27 Juli 2018

Kisah Negeri yang tenggelam dalam timbunan sampahnya sendiri

Kami berjarak lebih kurang lima mtr. dari Laut Mediterania. Di sisi kanan saya, pembangkit listrik Zouk Mosbeh senantiasa memompakan asap tebal kelabu ke langit yg biru. Jounieh Valley menjulang di selama garis pantai di belakang saya, satu metropolis yg dipenuhi hotel serta tempat hiburan, pas diluar batas kota Beirut.

Di sisi kiri, saya dapat menyaksikan sejenis resor dikejauhan. Namun yg tercium -dan kelihatan disekitar saya- sebatas onggokan sampah.

Baca Juga: ukuran kusen aluminium 

Pantai ini udah dibuat bersih 16 kali, serta udah dibuat bersih kurang dari seminggu sebelum saya mengunjunginya berbarengan Joslin Kehdy, pendiri Recycle Lebanon, yg mengatasi usaha bersih-bersih itu.

Baca Juga: harga closet duduk toto 

Plastik senantiasa banyak muncul di pantai-pantai di semuanya dunia. Namun di Lebanon, sampah juga secara langsung dibuang ke laut serta TPA di pesisir — sebabkan bencana untuk ekosistem garis pantai serta kesehatan warga.

Artikel Terkait: pondasi batu kali  

Disaat penyelam Inggris berenang tembus lautan sampah di Nusa Penida
Costumer Inggris mesti bayar uang agunan kala beli minuman paket, bagaimana Indonesia?
Lantaran sampah plastik, pelaku lingkungan mau tuntut Indonesia di Mahkamah Internasional
Krisis sampah di Lebanon di mulai pada 2015, disaat area TPA besar ditutup serta pemerintah terlambat mobilisasi program alternatif. Praktek buang serta membakar sampah di jalanan lantas meluas. Instansi pemantau HAM Human Rights Watch mengatakannya " krisis kesehatan nasional ".

Namun situasi itu juga memaksa organisasi lingkungan buat mencari pemecahan inovatif yg sangatlah diperlukan dihadapan pergantian politik yg lambat — serta mereka tunjukkan kalau negara kecil yg cuma seluas negara sisi Connecticut, AS dapat berubah menjadi satu diantaranya laboratorium terpilih buat perubahan lingkungan di planet Bumi.

Joslin Kehdy dari Recycle Lebanon mengemukakan kita seluruhnya mesti mengulurkan tangan buat mendukung negara itu menanggulangi krisis sampah.
Kehdy berkata kalau nama organisasinya, Recycle Lebanon (Daur Kembali Lebanon), memiliki dua makna. Tidak hanya mengawali prakarsa daur kembali sampah ; namun juga terkait buka jalan baru untuk negara yg alami persoalan korupsi, yg menurut ia serta pelaku yang lain memajukan krisis sampah ini.

Metode pemrosesan sampah pusat di negeri itu, yg memanfaatkan trik tradisionil, tak memiliki kekuatan yg cukuplah buat pisah sampah, bermakna keuntungannya bukan terdapat pada daur kembali, namun membuahkan banyak sampah, Kehdy berasumsi.

Dalam daftar " negara dengan tingkat korupsi paling rendah " yg berisi 180 negara, Indeks Persepsi Korupsi 2017, yg diluncurkan LSM Transparency International, memposisikan Lebanon di posisi 143 - lewat kata beda, cuma ada 32 negara yg tingkat korupsinya lebih tidak baik.

Menurut web website Transparency International : " Penataan bagi-bagi kekuasaan yg disadari di Lebanon " - keselarasan pemerintahan yg dibuat pada beragam sekte di negara itu - " memajukan jaringan patron serta klientelisme, yg merongrong lebih jauh metode pemerintahan negara. "

Disaat krisis sampah pertama di mulai, satu pergerakan rakyat terbuat ; mereka berunjuk perasaan diluar gedung pemerintahan Lebanon serta berteriak " Kamu Bau! "

Perlahan, pergerakan ini berkembang berubah menjadi prakarsa seperti Beirut Madinati, satu parpol baru, serta Penggabungan Manajemen Sampah, yg sekarang tengah berkampanye menentang ide pemerintah buat beli tungku pembakar sampah (insinerator).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar